top of page

Pudarnya Pesona Cleopatra

Tons of Spoilers

Pudarnya Pesona Cleopatra

Penulis: Habiburrahman El Shirazy

Editor: Is Aniah Noor-Alafsana

Desain cover: Jay 'N

Tata letak: Nr Alfian

Percetakan: Naragita Dinamika

Cetakan V, September 2006

111 Halaman

ISBN 979-3604-00-x

Diterbitkan oleh: Penerbit Republika

***

Pudarnya Pesona Cleopatra

Ini nikmat ataukah azab? Ibu ingin aku menikah dengan Raihana, anak dari teman karib Ibu sewaktu nyantri dulu.

“Harus dengan dia, tak ada pilihan lain!” tegas Ibu.

Tapi Raihana sama sekali tak kukenal. Kenapa harus dengan dia?

Katanya, Ibu selalu memilihkan yang terbaik untukku.

Katanya, Raihana adalah gadis cantik yang baik, ramah, halus budi, sarjana pendidikan, penyabar, berjilbab dan hafal Al-Qur’an.

Katanya, Raihana itu baby face. Meski lebih tua dua tahun dariku, dia selalu tampak lebih muda enam tahun dari aslinya.

Tante Lia si pemilik salon kosmetik terkemuka pun mengatakan bahwa kecantikan Raihana alami, bisa jadi model iklan sabun.

Hanya karena tak mau mengecewakan Ibu, aku menuruti keinginan beliau. Aku sudah berusaha menumbuhkan bibit cinta pada calon istriku, tapi sia-sia. Hingga hari pernikahan datang, aku duduk di pelaminan bagai mayat hidup. Aku dan Raihana tinggal di kontrakan di pinggir kota Malang. Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam. Meski Raihana selalu menomersatukan diriku, setia melayaniku, sepenuh hati mencintaiku, aku tidak merasakan apa-apa. Apa daya, aku telah memiliki kriteria calon istri yang tidak aku dapatkan pada Raihana. Wanita cantik yang aku inginkan adalah yang tinggi semampai, berwajah putih jelita dengan hidung melengkung indah, mata bulat bening khas Arab dan bibir merah menawan. Pesona kecantikan khas gadis Mesir telah mengakar dalam otak, perasaan dan hatiku. Gadis titisan Cleopatra-lah yang ingin aku persunting. Sikapku pada Raihana menjadi dingin, seperti orang asing.

Di suatu kesempatan, aku berkenalan dengan Pak Qalyubi. Beliau menceritakan kisah pahit hidupnya. Saat itulah aku mulai merindukan Raihana. Pesona kecantikan Cleopatra memutar seketika. Aku merasakan cinta dan sayang hingga ke syaraf dan nadi. Air mata berderai saat kupacu kencang sepeda motor di jalan.

Sesampainya aku di rumah mertua...

Cinta, haru, rindu dan penyesalan tercurah dalam sedu tangisku. Di saat aku mulai merasakan cinta, saat itu Tuhan memberiku hukuman.

Dunia tiba-tiba gelap semua…

Ya Allah, sungguh bijaksana Engkau mengatur kehidupan.

Jika sudah berkaitan dengan cinta dan mimpi, yang salah dan benar seringkali tidak jelas batasannya. Hanya yang diselamatkan oleh Allah yang masih berpijak pada kesadaran nurani dan berpijak pada jalan yang benar. Dan aku? – Halaman 15

***

Setetes Embun Cinta Niyala

Matahari, rembulan dan bintang bersinar karena cinta. Lautan menampung segala sisa dan kotoran yang mengalir karena cinta. Angin bertiup karena cinta. Pohon berbuah karena cinta. Bunga-bunga bermekaran karena cinta. Lebah meneteskan madu karena cinta. Dan hidup ini pada asalnya adalah aliran cinta. Sumbernya adalah samudera cinta Allah yang meliputi semesta. Dan segala benda dalam alam raya tunduk patuh menyembah Allah juga atas dasar cinta. –Halaman 48

Niyala duduk di sajadah dengan mata terpejam. Air matanya meleleh. Dia merasa hampa, pahit, getir, bahkan putus asa. Sudah beberapa hari dia tidak keluar kamar dan mengurung diri dari dunia luar. Niyala tidak lagi memiliki semangat hidup. Surat dari ayahnya di Sidempuan penyebabnya. Pak Haji Cosmas, kepala desa di tanah kelahirannya, telah mendatangi ayah Niyala untuk melamar Niyala dengan anak bungsunya, Roger. Ayah Niyala tak kuasa menolak karena terlalu banyak berhutang budi dan materi pada Pak Haji Cosmas.

Ayah tidak memaksamu, namun kemerdekaan Ayah ada di tanganmu.

Ucapan ayahnya dalam surat itu membuat Niyala menderita. Niyala merasa jiwanya tergadai apabila menjalani pernikahan dengan imbalan lunasnya hutang delapan puluh juta rupiah. Apalagi di mata Niyala, Roger adalah lelaki brengsek. Dia tidak rela meenyerahkan hidupnya seperti itu. Rasanya ia mau membenci Ayah, tapi ia juga tak kuasa menolak ayahnya, seperti ayahnya tak kuasa menolak Pak Haji Cosmas.

Kedatangan Pak Rusli Hasibuan dan Herman –ayah dan kakak Niyala– ke Jakarta membuat Niyala lebih banyak diam dan semakin pucat. Di perjalanan menjemput ayah Niyala di Pulo gadung, Faiq mengajak Niyala bicara. Dia menyadari perubahan sikap Niyala. Faiq sudah dianggap seperti kakak oleh Niyala, begitu pula sebaliknya. Kepada Faiqlah akhirnya Niyala mencurahkan kegetiran hatinya. Setelah itu, tanpa sepengetahuan Niyala, Faiq merencanakan kejutan. Sebuah Pernikahan.

Masalah yang membebani hati Niyala selama beberapa hari ini pun terangkat dalam satu malam. Tepat di malam sebelum Niyala diwisuda menjadi sarjana kedokteran.

“…. Dunia seisinya ini tidak ada apa-apanya dibandingkan seorang isteri shalehah. Bagi Faiq, Dik Niyala tidak bisa dinilai dengan materi.”

Niyala menunduk dengan air mata kembali menetes mendengar perkataan suaminya. Ia merasa dirinya sangat dihargai dan dimuliakan. Hatinya tiada henti memuji keagungan Allah.

Lalu kenapa selalu saja ada yang mengusik hukum cinta? –Halaman 49

***

Ada dua novelet dalam buku ini, Pudarnya Pesona Cleopatra dan Setetes Embun Cinta Niyala. Buku ini sudah beberapa kali aku baca ulang, namun aku masih ingat bagaimana rasanya saat membaca pertama kali. Setiap kata, narasi dan curahan hati tokoh ‘aku’ membuatku juga merasakan galaunya, bimbangnya, muaknya, hingga cinta, rindu dan penyesalan mendalam. Aku juga merasa, perasaan dan emosiku ‘dimainkan’ dengan menyenangkan oleh penulis. Maksudku, ini adalah cerita permasalahan batin yang membuat emosi pembacanya ikut bergejolak. Setelah selesai membaca Pudarnya Pesona Cleopatra yang berakhir sedih, aku menutup buku, menutup mata dan menarik nafas. Mataku sudah berembun namun air mata masih bisa tertahan. Setelah itu aku lanjut membaca Setetes Embun Cinta Niyala dan air mataku tidak tertahan setelah beberapa halaman. Diawali kesedihan Niyala setelah mendapat surat dari ayahnya, masa depan Niyala selanjutnya terasa kelam. Hari-hari dijalani Niyala dengan keresahan dan kebimbangan yang rasanya tanpa akhir. Aku pun dibuat resah dan penasaran karena konfliknya tak kunjung reda, bahkan memuncak. Hampir mendekati akhir, aku tersenyum saat mengerti kemana cerita ini mengalir. Sifat humoris Faiq dan sandiwara yang menurutku konyol rupanya membebaskan Niyala dari segala kesusahan hati yang menyesakkan dada. Alur cerita yang berakhir bahagia ini membuatku terpukau dan terkesan. Aku jatuh cinta pada Faiq karena keshalehannya dan kejutannya. Dan itu membuat aku banyak mengkhayal tentang pria idaman, kejutan dan juga pernikahan.

Aku mulai berpikir, Setetes Embun Cinta Niyala bagai pelipur lara atas Pudarnya Pesona Cleopatra. Dengan apik penulisnya memberi penyelesaian di tiga-perempat cerita, hampir mendekati akhir, membuat pembaca terus bertanya bagaimana ini akan berakhir. Tapi, ada beberapa hal yang mengganggu. Kalau sudah lama tokoh ‘aku’ akan dijodohkan dengan Raihana, kenapa orang tua mereka tidak mengenalkan mereka sejak lama? Kenapa ‘aku’ baru mengenal Raihana saat akan menikah? Bagaimanapun, dia wanita asing bagi ‘aku’ dan tentu saja itu menjadi penyebab pernikahan yang tidak berhasil. Aku tahu, justru ini salah satu kunci pembangun konflik. Kalau mereka sudah saling kenal, pasti beda alur ceritanya.

Lalu tentang pernikahan kejutan Faiq. Hebat sekali ya, Faiq bisa menyiapkan pernikahan dalam sehari semalam tanpa diketahui keluarganya dan keluarga Niyala?! Menurutku, meski pernikahannya tidak seperti itu, cerita ini tetap bisa membuat pembaca terkesan. Tapi hal itulah yang memberi kesan lebih. Inilah salah satu keajaiban novel. Atau keajaiban imajinasi pengarang hahaha…

Tertulis di cover depan:

Novel Psikologis Islami Pembangun Jiwa

Benar! Novel ini tepat untuk olah jiwa, recharge iman dan penenang pikiran.

Review buku ini diikutkan dalam reading challenge:

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page